METROXYLON SAGU ROTTBOL

on Selasa, November 18, 2008

TANAMANAN KOMERSIAL MASYARAKAT HUTAN BAKAU MERANTI
(Meranti Mangrove Society Commercial Plants)

Sagu selama ini masih dianggap sebagai komoditas kehutanan non kayu. Penanaman Sagu skala besar yang dilakukan PT National Timber di Selatpanjang-Riau pada tahun 1996 diatas lahan dengan status Hutan Tanam Industri dan kemudian berubah menjadi HPHTI pada tahun 2008. Hal ini tentunya nanti tanaman sagu akan terkena Iuran Hasil Hutan (IHH) sebagaimana hal serupa yang dikenakan kepada seluruh komoditas kehutanan, namun IHH yang dikenakan pada tanaman sagu tidak sebesar kayu dan sejenisnya.

Pohon sagu atau rumbia termasuk dalam jenis tanaman palmae tropical yang menghasilkan kanji (starch) dalam batang (steam). Sebatang pohan sagu siap panen dapat menghasilkan 180 – 400 kg tepung sagu kering. Tanaman sagu dewasa atau masak tebang (siap panen) berumur 8 sampai 12 tahun atau setinggi 3 – 5 meter. (Jong Foh Soon, Ph.D, PT National Timber Forest product)

Belum diketahui secara jelas berapa jumlah varietas sagu yang terdapat di Kepulauan Meranti. Keanekaragaman plasma nutfah sagu di Kepulauan Meranti masih sangat terjaga dikarenakan kebun-kebun sagu di Kepulauan Meranti menjadi sumber ekonomi masyarakat yang dijaga kelestariaannya oleh petani sagu di Kepulauan Meranti. Namun tidak berarti erosi genetis dapat kita abaikan karena penanaman sagu dalam skala besar yang dilakukan di Selatpanajang membudidayakan sagu varietas Metroxylon sagu Rottbol sebagai tanaman komersil.. Bukan suatu hal yang mustahil varietas-varietas sagu yang lainnya seperti Metroxylon rumpii Martius, Metroxylon sylvester Martinus, Metroxylon longispinum Martinus, dan Metroxylon micracantum Martinus (yang mungkin terdapat di Kepulauan Meranti) akan hilang.


Perkebunan dan Pengolahan Sagu Rakyat di Kepulauan Meranti

Luas areal tanaman sagu di Indonesia diperkirakan 1,5 juta Hektar dibandingkan dengan luas tanaman sagu di Kepulauan Meranti (44,657 Ha – Kab. Bengkalis 2006) hanya menyumbang 2,98% luas tanaman sagu nasional. Produksi sagu (Tepung Sagu) di Kepulauan Meranti pertahun mencapai 440.339 Ton (tahun 2006). Produktivitas lahan tanaman sagu per tahun (kondisi eksisiting) dalam menghasilkan tepung sagu di Kepulauan Meranti mencapai 9,89 Ton/Ha.

Sebagian besar lahan perkebunan sagu rakyat di Kepulauan Meranti hampir bisa dikatakan tidak memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Akibat ekonomis yang ditimbulkan adalah tanah kebun tidak diakui sebagai asset atau property yang memiliki nilai jual ekonomis yang diakui dan memiliki kepastian hukum. Sehingga lahan tanaman sagu masyarakat tersebut tidak dapat dijadikan penjamin kredit ke bank, kalaupun bisa biasanya pihak bank hanya menilai sebatas tanaman yang tumbuh diatas lahan masyarakat tersebut.

Persoalan tata batas kawasan hutan di Kepulauan Meranti seperti bom waktu yang senantiasa menjadi ancaman terhadap nasib lahan tanaman sagu rakyat (saya lebih suka memakai istilah kebun sagu rakyat sebenarnya). Pembukaan HTI baru-baru ini (April 2008) menyisakan konflik antara masyarakat desa (Desa Nipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari, Lukun dan Desa Kepau Baru) dengan pihak perusahaan. Kemungkinan pihak-pihak yang berkepentingan masih menganggap perkebunan sagu rakyat adalah “hutan sagu” yang mana tanaman sagu menjadi tanaman yang dominan pada kawasan hutan tersebut. Ini diperkuat dengan enggannya pihak Departemen Kehutanan melepaskan kawasan “hutan sagu” tersebut.

Pada tahun 2006 di Kepulauan Meranti 440.000 ton lebih tepung sagu dihasilkan dari pabrik pengolahan sagu (kilang sagu). Tak didapat data pasti mengenai jumlah kilang dan kapasitas kilang pengolahan, namun diperkirakan terdapat 50 kilang sagu dengan mengunakan teknologi semi mekanis dan masih memanfaatkan sinar matahari untuk pengeringan (penjemuran). Terdapat dua kilang sagu yang telah beroperasi dan memproses sagu secara modern dengan kapasitas disain 6.000 dan 10.000 Ton tepung sagu kering per tahun.


Kecamatan

Produksi (Ton)

Luas (Ha)

1

Merbau

169,766

9,334

2

Rangsang

10,656

10,656

3

Rangsang Barat

-

-

4

Tebing Tinggi

233,625

233,625

5

Tebing Tinggi Barat

26,262

26,262

Jumlah Total

440,309

279,877


Kilang-kilang sagu di Kepulauan Meranti biasanya dimiliki oleh petani yang memiliki luasan kebun 20 Ha atau lebih. Sedang petani yang hanya memiliki luasan kebun kurang dari 20 Ha biasanya menjual pohon sagu mereka dengan hitungan batang atau tual atau titip olah kepada pemilik kilang.


Pemerintah dan Sagu Meranti

Nasib sagu Meranti tak lah secantik namanya. Potensi perkebunan ini dibiarkan saja menjadi komoditas yang tak terurus dan dianak tirikan. Pemerintah daaerah yang selama ini diharapkan dapat menjadi stimulan bagi terciptanya Industri Sagu sebagai tanaman rakyat di Meranti dengan mendorong terciptanya industri hilir sagu (pengolahan tepung sagu menjadi produk turunan lainnya) belum memiliki visi tentang industry ini, alih-alih menjadi pendorong malah pemerintah mengancam akan menutup kilang-kilang sagu yang tidak mengindahkan lingkungan dengan membuang air limbah ke sungai tanpa pengolahan karena sebenarnya kilang-kilang sagu skala kecil di Meranti tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Industri sagu sebenarnya merupakan Zero Waste Industry dengan arti bahwa tak ada sedikitpun dari sagu yang tak dimanfaatkan dan dapat menjadi komoditi ekonomis. Namun sekali lagi pemerintahlah yang dalam hal ini sangat berperan penting mendorong terciptanya sagu menjadi sebuah industri.

Pemerintah seharusnya melakukan penataan kawasan hutan yang terdapat tanaman sagu rakyat dan mendorong serta memfasilitasi agar supaya petani mensertifikasi tanah mereka sehingga memiliki status hukum yang sah serta dapat dijadikan jaminan kredit dan mempermudah akses ke lembaga keuangan. Selanjutnya pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas perdagangan sebaiknya mulai mengatur tata niaga perdagangan sagu dengan menerbitkan regulasi mengenai harga jual sagu batangan, sagu kering ditingkat petani yang menguntungkan petani sehingga tidak terjerat oleh tata niaga yang dilakukan pemilik modal besar. Penanaman sagu skala besar di Selatpanjang sangat memungkinkan petani sagu menjadi buffer (petani mitra/plasma) bagi perusahaan inti.


Industri Sagu Meranti

Lahirnya industri pertanian selalu diawali dengan surplus hasil panen dibandingkankan konsumsi petani, hasil panen ini berubah menjadi komersil setelah menjadi kebutuhan orang banyak. Kemudian terciptalah tataniaga perdagangan komoditi pertanian tersebut yang pada akhirnya berkembang menjadi industry karena produk hasil panen tersebut telah mengalami perkembangan dan perubahan nilai (value development)

Batang sagu pada awalnya diolah untuk diambil patinya dengan diproses secara manual oleh petani. Proses mendapatkan pati tersebut kemudian karena perkembangan teknologi diproduksi secara massal. Pati atau kanji dari batang sagu tersebut telah dibuat menjadi aneka produk turunan yang bernilai ekonomis.

Sagu sebagai produk pertanian telah sampai pada fase industrial modern dalam artian secara manufaktur telah diproduksi secara mekanis dan bersifat massive. Permintaan dan penawaran produk sagu dipasaran (starch market) telah diakui sebagai produk substitusi pengganti kanji jagung dan gandum serta sejajar dengan tapioka dan tanaman lainnya.

Sagu di Sarawak – Malaysia menjadi komoditi perkebunan ketiga setelah sawit dan merica. Luas areal tanaman sagu di Sarawak hanya sekitar 30.000 Ha. Sebanyak 50.000 ton tepung sagu dihasilkan tiap tahunnya, namun hanya cukup untuk memenuhi permintaan dari dalam negeri (Malaysia) saja. Sarawak mengklaim dirinya sebagai pelopor dalam kegiatan memproses sagu di dunia. Teknologi dan peralatan produksi (sebagian di modifikasi) serta pabrik memproduksi tepung sagu modern telah berdiri disana. Dengan kata lain sagu telah menjadi industri yang telah berkembang dan diperhatikan pemerintah Sarawak.

Lalu kenapa dengan Meranti? Dengan luasan tanaman sagu (kondisi eksisting tanpa campur tangan pemerintah) yang telah mencapai 280.000 Ha serta produksi pertahun 440.000 ton lebih tepung sagu kering dan budaya yang telah melekat pada masyarakat tempatan serta ketersediaan lahan pertanian yang masih potensial, sagu Meranti layak untuk menjadi industri rakyat tempatan yang modern dan handal. Bagaimana Saudara?